If This Was a Movie [Part 14]

64

image

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer

If This Was a Movie by Taylor Swift

VYEJUNGMIN

.

P.s; tolong bacanya sambil dengerin lagu Bauklötze by Mika Kobayashi *kalo ngga punya download xD

.

.

Jaekyung memperhatikan tubuhnya di depan cermin yang ada di hadapannya. Perutnya sudah sangat membesar dan Jaekyung merasakan bahwa bagian kakinya sedikit membengkak. Bukan hanya di kaki sebenarnya di seluruh tubuhnya kini kian ikut bertumbuh.

Siapa yang perduli? Setelah ia melahirkan bukankah ia akan menjadi seperti semula? Kalaupun tidak Jaekyung tidak akan perduli akan ada yang memandangnya atau tidak. Lagipula setelah ia bercerai dengan Lee Donghae nanti ia tidak akan berniat menacari pendamping hidupnya.

Kepalanya menoleh saat mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka, dan terlihatlah Lee Donghae yang sudah rapih dengan pakaian kantornya. Jaekyung menolehkan kembali kearah cermin untuk memandang kembali tubuhnya, dari pada memandang Lee Donghae lebih baik memandang tubuhnya sendirikan?

“Aku pergi dulu.” Jaekyung menatap Donghae dari cerminnya. Tidak menoleh ataupun menjawab ucapan Donghae. setelah beberapa menit akhirnya Donghae pergi keluar dari dalam kamarnya karena tidak di respon oleh Jaekyung.

Dalam hati, Jaekyung tersenyum sinis melihat sekilas wajah Donghae yang kecewa seperti itu. Dan apa perduli dirinya kalau raut wajah Lee Donghae seperti itu? Sekali lagi Han Jaekyung tidak akan perduli dengan Lee Donghae setelah melihat kejadian dimana Lee Donghae membuat hatinya semakin hancur.

Setelah mendengar suara mobil Donghae, Jaekyung segera berjalan keluar dari kamarnya. Keluar dari rumah yang dulunya sangat ia sukai kini ia sangat membenci rumah ini. Lebih baik meninggalkan rumahnya selama seharian penuh daripada mendekam bak orang tolol didalam rumahnya.

.

.

Setelah pertengkaran kemarin malam dengan Jaekyung, Donghae benar-benar tidak bisa memfokuskan dirinya saat ia mengerjakan berkas-berkas yang untuk ia teliti. Donghae mengusap wajahnya yang kusut sejak pagi tadi.

Perubahan Jaekyung benar-benar sangat drastis sekali, ia tidak menyangka bahwa Han Jaekyung bisa sebegitu dinginnya itu. Donghae merasa kemarin itu bukan Han Jaekyungnya. Hah? Apa ini tidak salah? Han Jaekyungnya? Yang benar saja, walaupun sudah mengandung anaknya, dan menikahi Han Jaekyung, dirinya dari dulu tidak pernah mengharapkan wanita itu untuk menjadi pendamping hidupnya, kan?

Tapi sekarang kenapa ia malah menyebut Han Jaekyung adalah miliknya? Jangan membuat dirimu tolol begitu, Lee Donghae. ucap iner lain untuk menyadarkannya. Tangannya melirik kearah layar ponselnya. Ada beberapa pesan yang masuk dan semuanya itu hampir dari Hye Mi.

Donghae sedang tidak mood untuk berurusan dengan Hye Mi yang pasti akan membuat kepalanya semakin pusing. Cukup Han Jaekyung yang membuatnya seperti ini. Tidak ada yang boleh untuk menambah beban di pikirannya.

Dengan pelan Donghae menyenderkan punggungnya di sandaran kursi yang sedang ia duduki sekarang. Matanya terpejam mengingat bagaimana kesehariannya dengan Jaekyung. dan bibir Donghae tersenyum miris saat mengingat dirinya kurang memperhatikan Jaekyung selama ini.

Bisa di bilang Donghae adalah suami yang sangat tidak baik sekali. Pantas Han Jaekyung begitu membencinya sampai seperti ini. Andaikan waktu bisa berputar ulang kembali untuk semuanya, Donghae akan benar-benar meminta maaf pada Han Jaekyung. mengulang semuanya dari awal. Tapi ia tahu ini sudah sangat terlambat lagi.

Tidak ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Donghae tahu bahwa yang merusaknya adalah dirinya sendiri bukan orang lain. Coba kalau saja dirinya tidak tergiur dengan Hye Mi ia yakin semuanya tidak akan seperti ini.

Donghae bingung, disisi lain ia merasa mulai tertarik dengan Jaekyung nyaman dengan adanya Han Jaekyung yang ada disisinya. ah, tidak dirinya memang sudah tertarik dengan Han Jaekyung saat ia melihat Jaekyung yang sering membaca buku di bawah pohon, tidak jauh dari tempat favoritnya juga untuk membaca. Saat ia masih kuliah, walaupun tidak kenal dengan Han Jaekyung dan ia mulai berani untuk mengakrabkan diri dengan Jaekyung, setelah mengetahui sifat Jaekyung yang memang sedikit keras dan terkesan cuek ia malah mulai sedikit menyukainya

Walaupun terkesan tidak perdulian dan cuek Jaekyung itu diam-diam sangat pengertian. Saat ia sakit pasti Han Jaekyung akan merawatnya dengan sungguh-sungguh. Itu yang membuatnya semakin menyukai Han Jaekyung.

Dan pikirannya memutar ulang saat ia dimana dulu terkena demam karena menunggu lama Hye Mi yang melupakan janji kencannya. Kenangan itu sungguh sangat miris sekali. Dan di lihat dari sekarang saat dengan Jaekyung, begitu sangat di perhatikan sekali.

Yah, walaupun tanpa ucapan selamat pagi atau tanpa ciuman pagi, setidaknya Donghae sangat mensyukuri Han Jaekyung yang begitu perhatian. Dan otaknya memutar bagaimana untuk mengembalikan Han Jaekyung seperti itu lagi? Sepertinya itu tidak bisa, karena kesalahannya.

Matanya yang semula terpejam, kini ia membukanya dengan perlahan, menampakan seseorang yang ada dihadapannya dengan senyum khasnya. Cho Kyuhyun. “ada apa?” tanya Donghae sambil membuka kembali berkas yang sempat ia lupakan tadi.

“Hanya mengunjungi direktur muda saja. Kenapa? Tidak boleh?” Kyuhyun berjalan kearah dimana Donghae duduk, lalu langsung duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Donghae. “sebenarnya aku kesini ingin meminta ijin untuk membawa Jaekyung pergi.” Ucapan Kyuhyun kali ini sontak membuat kepala Donghae langsung mendongak. Lalu matanya menyipit memandang Kyuhyun yang sedang memaikan beberapa bolpoin yang ada di mejanya.

“Tidak. Kandungannya sudah sangat membesar.” Tolak Donghae langsung membuat Kyuhyun mengecurutkan bibirnya.

“Hanya sehari saja. Aku merasa kasihan saja pada Jaekyung, aku yakin dia sangat kesepian dirumahnya.” Kyuhyun balas memandang Donghae, “ayolah hanya sehari ini saja. Aku membawa Jihyo, lagipula ini juga rencannya Jihyo, dia sudah sangat merindukannya.” Donghae diam mendengarkan ucapan Kyuhyun tadi.

“Baiklah. Hanya hari ini saja.” Akhirnya Donghae memberikan ijin tersebut pada Kyuhyun yang langsung membuat Kyuhyun langsung tersenyum lebar.

“Sankyu~ sebenarnya Jaekyung sudah ada di dalam mobilku.” Kini Donghae melotot mendengar ucapan Kyuhyun kali ini. Benar-benar Cho Kyuhyun ini.

Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 13]

57

image

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer
If This Was a Movie by Taylor Swift

VYEJUNGMIN
***

Ke esokan harinya Jaekyung bangun pagi-pagi sekali dari biasanya. Setelah ia meninggalkan Donghae sendirian di ruang tv tadi malam Jaekyung tidak bisa tidur karena kejadian sore yang ia lihat dan ia dengar. Sampai saat Donghae masuk kedalam kamarnya Jaekyung langsung berpura-pura untuk tidur.

Sebenernya Jaekyung enggan sekali untuk tidur didalam kamarnya, karena menurut dirinya kamar itu sudah sangat menjijikan. Maka dari itu saat matahari belum menampakan keeksisentisannya Jaekyung langsung beranjak dari kasurnya meninggalkan Donghae yang masih terlelap dalam tidurnya.

Sebelum keluar dari kamarnya, Jaekyung membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Setelah beberapa menit selesai membersihkan dirinya dan berpakaian rapi Jaekyung langsung keluar dari dalam kamarnya dan menunju kearah dapur untuk membuat sarapan paginya.

Tangannya mengambil pisau yang ada di rak tersebut. Kepalanya kembali mengingat kejadian kemarin sore. Gigi Jaekyung bergemelutuk sedikit bagaimana mengingat suara mereka yang memuakan itu. Dengan pelan Jaekyung menghembuskan napasanya. Kalau di ingat lagi itu bukan urusannya. Mulai sekarang dirinya tidak akan ikut campur dengan kehidupan Lee Donghae itu.

Mau dia selingkuh, mau dia apa Jaekyung tidak akan ikut campur. Lagi pula pernikahan ini bukan keinginan dari kedua belah pihak, keduanya sama-sama tidak setuju, itupun setuju karena keluarganya dan keluarga Lee Donghae tidak mau menanggung malu.

Kalaupun tidak menikah juga ia akan benar-benar mengurus anaknya. Tidak perlu bantuan dari laki-laki yang masih tertidur itu. Tangan Jaekyung memegang gagang pisau tersebut dengan kuat, rasanya ia ingin menusukan mata pisau ini kedalam perut Lee Donghae yang masih tertidur itu. Bukankah itu ide yang sangat bagus untuk menusuknya? Tapi Jaekyung masih mempunyai akal sehat, membunuh karena cemburu? Mati saja sana.

Dengan menundukan kepalanya dan menghembuskan napasnya pelan, Jaekyung melangkah kearah kulkas yang ada di belakangnya. Walapun dalam mood yang tidak bisa di bilang baik, Jaekyung akan melakukan tugasnya sebagai istri yang baik, menyiapkan sarapan untuk suaminya yang lelah karena kegiatan kemarin sore.

Beberapa menit sudah ia berkutat dengan dapur, akhirnya ada beberapa makanan yang sudah selesai. Tinggal mengangkat panci kecil yang berisi sup miso yang ia buat untuk sarapan paginya. Saat ia membalikan tubuhnya, ia tersentak pelan karena mendapatkan Lee Donghae yang sudah duduk di kursi sambil menuangkan air putih kedalam gelasnya. Sejak kapan dia sudah ada disana?

“Selamat pagi.” Sapanya pada Jaekyung yang masih terpaku di tempatnya. Setelah menenangkan rasa keterkejutannya tadi, Jaekyung kembali melangkah kearah meja makan untuk menaruh panci yang ia bawa tadi.

Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 12]

74

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer
If This Was a Movie by Taylor Swift

VYEJUNGMIN
***

Hye Mi memejamkan matanya, ia masih memikirkan pertemuannya dengan Donghae tiga minggu yang lalu. Sudah lama sekali, bukan? Entah bagaimana pertemuannya saat itu selalu saja memenuhi otaknya. Tangannya dengan pelan mengusap keningnnya. Hye Mi benar-benar pusing akan semuanya.

Ia bagun dari tidurnya, hari sudah mulai gelap dan ia baru sampai di kamarnya beberapa menit yang lalu. Hari ini Hye Mi mengikuti Donghae kekampus dan kemanapun Donghae pergi pasti Hye Mi mengikutinya. Sampai Hye Mi tahu dimana tempat tinggal Donghae yang baru. Untung saja saat ia mengikuti Donghae beberapa hari ini, ia tidak ketahuan oleh Donghae itu patut sekali di syukuri.

Hye Mi membuka syal yang melilit lehernya bulan November yang sudah mulai agak dingin. Oh, Hye Mi sebenarnya tidak menyukai musim dingin yang akan datang. Tentu saja seorang Park Hye Mi tidak menyukai jika ia harus memakai pakaian yang sangat tebal untuk ia pakai.

Setelah membuka syal dan meletakan di meja riasnya, ia beranjak berjalan kearah kamar mandi yang sebelumnnya ia mengambil baju handuknya di dalam lemari miliknya. Setelah itu ia masuk, menimbang-nimbang apakah ia harus berendam di air hangat atau mandi biasa saja. Sialan, kenapa hal terkecil ini saja harus menimbang-nimbang seperti ini? Seperti orang bodoh pikirnya dalam hati.

Perkataan Donghae tiga minggu yang lalu itu yang sebenarnya mengusik semua ketenangannya. Kalau saja Donghae tak mengucapkan seperti itu tentu saja tidak akan membuatnya seperti ini. Hye Mi memejamkan matanya, setelah berdebad keras dengan dirinya sendiri akhirnya ia memilih berendam.

“Aku menghamili Jaekyung saat kita mengakhiri hubungan kita waktu itu. kau ingat saat bulan april itu? Kalau kau ingat saat itu juga aku meniduri Jaekyung karena aku merasa bingung dengan apa yang kau tolak waktu itu. Kalau saja kau tak menolak apa yang aku ucapkan waktu itu, ini akan sangat di pastikan kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi.”

Rahang Hye Mi sedikit mengeras. Ia benar-benar tidak menyangka apa yang terjadi sebenarnya seperti ini. Donghae sekarang masih tetap menjadi Donghaenya yang dulu. Tidak ada perubahan sedikitpun darinya. Ia berubah hanya berpura-pura untuk meninggalkannya.

Matanya memanas, perlahan air matanya mengalir di kedua pipinya, “maafkan aku, saat itu kau tahu bahwa aku masih bingung dengan pilihanku saat itu. Tapi setelah aku mendengar kau akan menikah, rasanya aku benar-benar tahu bagaimana rasanya akan kehilangamu. Aku menyesal.”
Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 11]

31

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer

If This Was a Movie by Taylor Swift

 

 

***

 

 

 

“Jadi apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Donghae langsung pada intinya. Hye Mi dengan pelan menyesap kopi yang baru saja di antarkan oleh pelayan, lalu setelah menyesapnya Hye Mi menaruh kembali cangkir kopi tersebut keatas meja. Dan kegitan seperti itu membuat Donghae sedikit kesal.

 

Donghae menatap Hye Mi yang tak kunjung membuka suara. wanita ini memang sengaja membuatku kesal atau apa, kenapa seperti ini sekali sifatnya? Batin Donghae berucap.

 

“Baru dua hari kau menjadikannya sebagai istrimu, dan itu membuat kalian menjadi akrab. Oh, atau kalian sudah menjalin hubungan saat kita belum mengakhiri hubungan kita? Donghae-ah, kau menyakiti hatiku!” ucap Hye Mi sambil memandang wajah datar Donghae. Tangan Hye Mi sendiri menggenggam tangan Donghae yang ada di atas meja.

 

Donghae tersenyum, “kalau memang seperti itu bagaimana?” tanyanya dan membuat Hye Mi kaget. Jadi itu benar?

 

Hye Mi diam, setelah Donghae mengucapkan kata seperti itu Hye Mi tidak bisa berbicara apa-apa. Hye Mi berpikir, bahwa ia mengatakan seperti itu bisa memancing Donghae agar membantah semua yang di ucapkannya, dan menjadi Donghae yang jujur apa adanya seperti dulu, bukan seperti yang ada di hadapannya sekarang.

 

“Bagaimanapun juga semuanya ini memang harus di salahkan semuanya padamu.”

 

“Apa? Semuanya harus di salahkan padaku?” Hye Mi mengulang apa yang di katakana Donghae. Tentu Hye Mi tersinggung dengan ucapan Donghae tadi.

 

“Tentu saja, kau bisa berfikir ulang apa yang menjadikanmu seperti ini, apa kesalahan yang dibuat olehmu sendiri. Semuanya ada pada dirimu sendiri. Kau pintar, bukan? Dan kau pasti bisa memikirkan dan menyimpulkan semuanya. Kalau kau sudah mengerti, kau bisa memberitahuku suatu saat nanti. dan, aku akan pergi, istriku pasti akan marah padaku.” Donghae beranjak dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Hye Mi yang menunduk.

 

Hye Mi hanya bisa menatap datar kearah bawahnya. Hatinya tak menyangka bahwa Donghae bisa berbicara padanya seperti itu. Ini seperti bukan Donghae yang ia kenal, Donghae yang ia kenal bukan seperti ini. Semuanya pasti salah Jaekyung yang membuat Donghae seperti ini. Han Jaekyung memang membawa dampak yang mensialkan bagi dirinya.

 

Dalam hatinya, Hye Mi akan membalas dendam pada Han Jaekyung. Hye Mi tidak perduli siapa Han Jaekyung itu. Yang Hye Mi tahu adalah Han Jaekyung seorang perebut kekasih orang lain.

 

Hye Mi tersenyum, ya, dirinya harus balas dendam.

 

 
Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 10]

34

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer
If This Was a Movie by Taylor Swift

Warning: TYPO EVERYWHERE!!! Jadi kalo ada Typo bilang yahhh :*

***

“Kalian akan pindah secepat ini? Kalian kan baru satu hari di sini, apa tidak satu minggu tinggal di sini dulu saja?” tanya ibu Donghae kepada Jaekyung yang masih membereskan pakaian.

“Donghae ingin mandiri, ibu.” Ucap Jaekyung sopan.

“Oh, Jaekyung-ah, berarti ibu akan jauh dengan calon menantuku dan cucuku,”

“Tenang, ibu, aku akan sering mengunjungi kesini. Tenang saja.” Ucap Jaekyung menyakinkan.

“Baru kali ini Donghae mau masuk kekantor milik ayahnya, biasanya ia akan menolak semua apa yang di katakana olehku. Maka dari itu, saat melihat Donghae keluar dari kamarnya dengan pakaian rapih, itu membuat Ibu semakin menyanyanginya. Dan Ibu berterima kasih padamu telah membujuk Donghae.”

Jaekyung menghentikan apa yang semula menjadi pekerjaannya, Jaekyung menolehkan kepalanya, tersenyum. Jaekyung beranjak dari duduknya menuju kearah Ibu mertuanya yang sedang duduk di atas kasurnya.

“Aku hanya ingin Donghae menjadi mandiri saja. Tapi bukankah Donghae memang ingin menjadi penerus Ayah?” tanya Jaekyung. ibunya menggeleng.

“Ia memang ingin menjadi penerusnya. Tapi dia benar-benar sangat malas jika kami berdua sudah mengatakan agar masuk kantor terlebih dahulu.” Ucap ibunya sambil menatap Jaekyung, lalu tangannya mengelus puncak kepala Jaekyung.

“Ibu berharap anak kalian tidak malas seperti ayahnya. Jangan menirunya.” Jaekyung terkekeh mendengar ucapan ibu mertuanya itu. Jaekyung juga tidak ingin anaknya pemalas seperti Donghae.

“Aku juga tidak mau anakku menjadi pemalas seperti ayahnya nanti.” Jaekyung tersenyum lalu beranjak dari duduknya, berjalan kembali kearah lemari pakaian milik Donghae.

“Kau pasti sudah lelah, jangan memaksanya lagi.” Ucap Ibu Donghae dengan nada khawatir. Jaekyung menoleh lalu memberikan senyumnya.

“Tenang saja, aku orang yang sangat kuat. Tak apa-apa.” Balasnya dengan senyum yang merkah di bibirnya.

Tangan Jaekyung dengan lincah memasukan semua baju-baju milik Donghae yang ada didalam lemari langsung di masukan kedalam koper. Jaekyung mendongak, menghentikan kegiatan, lalu kembali mengerjakan apa yang sedang di kerjakannya.

Dengan pelan Jaekyung menghembuskan napasnya. Entahlah sudah seharian ini Jaekyung selalu lesu dan lemas. Dengan pelan Jaekyung menggelengkan kepalanya, Ia lupa kalau dirinya sedang mengandung tentu saja pasti cepat sekali lelah.

“Ibu keluar dulu, kalau sudah selesai nanti kau kebawah, ya.” Jaekyung menoleh lalu menganggukan kepalanya dan tersenyum.

Setelah Ibu Donghae keluar dari kamarnya Jaekyung menundukan tubuhnya, punggungnya bersender di depan lemari milik Donghae. Pikiran Jaekyung kembali berpikir bagaimana ia hidup lima belas bulan kedepan, apakah ia akan merasa bahagia atau sebaliknya. Yang Jaekyung rasakan sekarang…lebih baik ia tak usah memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Jalani saja terlebih dulu, yang lebih penting adalah kandungannya.

Jaekyung beranjak dari duduknya, ia melihat apa yang sudah ia kerjakan. Setelah mengepak semua baju Donghae kedalam koper besar, ia mulai mengepaki baju-baju yang di belikan oleh Ibu Donghae, sementara baju-bajunya masih di rumahnya. Jaekyung menoleh kearah jam dinding yang tergantung di atas pintu, ini masih jam tiga sore, Donghae pulang sekitar jam delapan malam, dan sepertinya itu tidak mungkin jika ia hari ini harus pindah kerumah milik Donghae yang baru. Hari ini Donghae pasti sangat lelah di awal pekerjaannya.

Baru beberapa baju miliknya yang di masukan kedalam koper lainnya Jaekyung sudah mengehentikan kegiatan mengepaknya, Jaekyung butuh beristirahat, mungkin tiduran adalah hal yang sangat menyenangkan. Namun dalam hatinya Jaekyung ingin sekali menggeledah kamar milik Donghae.

Bukannya lancang atau apa, yang Jaekyung rasakan sekarang adalah penasaran dengan semua isi kamar milik Donghae. Saat ia mengepak semua baju-baju milik Donghae, Jaekyung tanpa sengaja menjatuhkan album foto milik Donghae yang ada di tumpukan baju Donghae.

Jaekyung membukanya, dan foto yang terlihat di mata Jaekyung adalah foto Donghae dengan Hye Mi yang sedang berciuman di sebuah taman, foto itu seperti di ambil oleh Donghae karena kedua lengan Hye Mi melingkar erat di leher Donghae. Dan kalian bertanya bagiamana perasaan Jaekyung saat itu? Entahlah, Jaekyung sendiri bingung dengan apa yang di rasakannya saat melihatnya.

Ia baru-baru ini mengenal Donghae, tak lama hanya beberapa bulan dan apakah itu sudah menimbulkan rasa suka di hatinya? Tentu saja tidak, hatinya saja masih mengharapkan sesosok Kim Jaejoong. Lupakan soal Kim Jaejoong, dia tak ada sangkut pautnya dengan ini.

Lembar demi lembar Jaekyung melihat koleksi foto milik Donghae yang tentu saja dengan Hye Mi. jaekyung berpikir, bahwa Jaekyung adalah orang yang sangat jahat. Tentu saja, bagaimana mungkin hubungan mereka berdua putus gara-gara dirinya hamil.

Kalau saja ia tak hamil, Donghae dan Hye Mi tidak akan putus dan masih ada hubungan, tapi sekarang? Tidak ada. Yah, Han Jaekyung, orang jahat si perebut kekasih orang lain. Dengan sakit di hatinya, air mata Jaekyung mengalir pelan di pipinya. Ia benci hari itu, ia benci takdir yang mempertemukan dirinya dan Donghae, ia benci semuanya.

Jaekyung menundukan kepalanya, lalu melangkah perlahan kearah kasur milik Donghae dan kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur. Jaekyung lelah, bukan hanya fisik yang lelah, batinnya juga lelah. Ia ingin semuanya segera berakhir, tapi itu masih sangat lama sekali.

Terang saja, pernikahannya saja belum genap dua puluh empat jam, bagaimana mau di percepat. Selain lelah tubuh dan pikiran kini dirinya menjadi orang bodoh. Oh, Jaekyung lupa ia memang bodoh dan orang pelupa.

Matanya memandang datar langit-langit kamar Donghae dengan pandangan kosong, dan perlahan matanya terpejam, Jaekyung menegaskan bahwa ia lelah, dan cukup dengan mengistirahatkan tubuhnya Jaekyung pasti akan segera segar kembali.

Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 9]

22

 

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer

If This Was a Movie by Taylor Swift

 

Warning: TYPO EVERYWHERE!!! Jadi kalo ada Typo bilang yahhh :*

 

***

 

THE WEDDING.

 

 

 

Jaekyung menatap pantulan dirinya di cermin. Hari ini hari bahwa ia harus melepaskan masa lajangnya. Hari ini ia akan menikah, akan terikat dengan seseorang yang tak di harapkan olehnya. Perlahan ia menghembuskan napasnya pelan, tinggal menunggu satu jam lagi bahwa ia sudah terikat oleh Donghae.

Kalau ia sudah gila atau apa, ia ingin sekali pergi entah kemana. Menghilangkan dirinya dari peradaban ini. Jaekyung sudah cukup lelah, tsk! Padahal janji suci belum terucap dari bibirnya pun ia sudah merasa lelah seperti ini.

Tangannya dengan perlahan mengusap wajahnya yang masam, padahal dirinya sudah memakai make up dan gaun yang di pilih oleh Donghae satu minggu yang lalu. Jaekyung beranjak dari duduknya, berdiri di hadapan cermin yang memantulkan dirinya. Jaekyung tersenyum kecut melihat pantulan dirinya didepan cermin.

Jujur, Jaekyung masih tak percaya bahwa didepannya adalah dirinya sendiri. Jaekyung yang biasanya dengan penampilan sehari-hari hanya memakai kemeja kotak-kotak dan celana jeans, dengan powder bayi yang ia gunakan di wajahnya. Dan kini sekarang ia melihat dirinya memakai gaun, memakai make up yang entah apa saja yang sudah di tempelkan di wajahnya, pokoknya Jaekyung masih tak percaya bahwa di depannya adalah dirinya.

Jaekyung berpikir bahwa semua orang hari ini sangat sibuk sekali di bawah sana. Ia ingin sekali keluar tapi mau bagaimana lagi? Ia tak di perbolehkan keluar oleh ibunya dan Ibu Donghae, jadi selama beberapa jam terakhir dan satu jam kedepan ia hanya bisa duduk termenung, menatap wajahnya yang telihat di cermin. Wajahnya memang cantik, tapi tak menyiratkan bahwa ia bahagia dengan pernikahann ini.

Bagaimana tidak bahagia, Jaekyung menikah karena dirinya di hamili oleh Lee Donghae. Kalaupun tidak, ia juga masih bisa menikmati hari-hari seperti yang ia ia lakukan di kampusnya, atau ia pulang lalu tidur didalam kamarnya.

Jaekyung mendongak saat ia mendengar pintu terbuka. Bibirnya mengembang saat melihat siapa yang datang ke kamarnya. Ternyata sahabat setianya. Jaekyung membalikan tubuhnya yang semuala menghadap kearah kaca kini ia menghadap kearah kedua sahabarnya yang hadir pada acara pernikahannya.

“Err—maaf apa kau Han Jaekyung?” tanya Hye Ji sambil mengembangkan senyumnya. Jaekyung tertawa renyah saat mendengar candaan dari sahabatnya.

“Tentu saja ini aku, Han Jaekyung yang cantik.” Balas Jaekyung sambil memeluk Hye Ji.

“Kau terlalu mendadak, kau tahu. Aku sampai tak percaya saat Gikwang berkunjung kerumahku dan memberikan undangan pernikahanmu dengan Donghae Sunbae.” Ucap Hye Ji sambil menundukan tubuhnya di kursi yang ada di samping meja rias.

“Iya, aku saja sampai berulang kali melihat undanganmu itu, Jaekyung-ah. Ini apa kau benar atau tidak tapi ternyata kau memang benar, sekarang kau menikah dengan Donghae Sunbae. Kau terlalu terburu-buru.”

“Tapi yang aku ingat, kau dulu sama sekali tak pernah tertarik dengan Donghae Sunbae. Tapi, apakah aku pernah bilang bahwa kau dan Donghae Sunbae itu sangat cocok sekali?” ucap Hye Ji menggebu-nggebu, membuat Jaekyung meringis pelan melihat kedua sahabatnya yang terlihat kesenangan.

“Bukankah semua orang bisa berubah?” tanya Jaekyung. Kedua sahabatnya mengangguk pelan dan melempar senyum pada Jaekyung.

“Yah, benar. Semua orang bisa berubah. Tapi itu juga tergantung pada orangnya sih.” Jawab Gikwang.

“Han Jaekyung aku masih tak percaya bahwa kau akan menikah terlebih dahulu dari pada kami berdua. Bukahkah waktu kita di masa-masa dalam sekolah menengah pertama kau bilang, bahwa kau tak ingin mendahului kami untuk menikah, tapi lihat sekarang, kau menikah dan membuatku bahgia. Aku bahkan sempat beranggapan bahwa kau tak pernah terpesona oleh seorang dengan berjenis kelamin laki-laki. Tapi, sekarang kau menikah.” Ucap Hye Ji panjang lebar, membuat mata Jaekyung menyipit tak suka dengan ucapan sahabat perempuannya ini yang mempunyai mulut tak bisa di rem. Dia pikir, bahwa dia beranggapan bahwa aku tak normal, umpat Jaekyung dalam hati.

“Hei, aku ini normal, enak saja. Kau tak ingat bahwa aku menyukai beberapa seorang dengan berjenis kelamin laki-laki?” ucap Jaekyung tak terima.

“Tapi bukankah semua yang kau kagumi itu bersifat tak nyata?” ucap Hye Ji polos membuat Jaekyung menngeram kesal. Gikwang hanya bisa tersenyum tak jelas melihat percakapan antara sahabatnya dengan kekasihnya.

“Ternyata pikiranmu masih saja polos, Hye Ji-ya.” Ucap Jaekyung sambil menghembuskan napasnya.

“Aku lupa. Ini, aku memberikan hadiah pernikahan untukmu. Kau tahu, itu memang tak terlalu bagus, aku tidak bisa mencarinya yang lebih bagus dan lebih besar, itu juga di karenakan kau terlalu mendadak sekali.” Jaekyung membuka bungkusan kado dari Hye Ji dan Gikwang. Sepasang gelang dengan bertuliskan Safe yang ada di tengahnya.
Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 8]

36


Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer
If This Was a Movie by Taylor Swift

Warning: TYPO EVERYWHER!!! Jadi kalo ada Typo bilang yahhh :*

***

“Hari ini kau akan kemana?” tanya Donghae yang duduk di samping Jaekyung.

“Mungkin setelah pulang kuliah aku akan langsung pulang. Sebenarnya aku akan pergi ke taman bermain bersama Gikwan—”

“Oh, Gikwang.” Donghae menyela ucapan Jaekyung dengan nada sarkatis.

“Kau memotong ucapanku.” Tukas Jaekyung tak suka.

Jaekyung diam. Tak menghiraukan Donghae yang kelihatannya bersungut-sungkut karena dirinya menyebutkan nama Gikwang. Entah dia sendiri tak tahu kenapa Donghae tak menyukai Gikwang. Padahal dia tahu sendiri bahwa Gikwang adalah sahabatnya, malah dia juga pasti tahu kalau Gikwang sudah punya kekasih. Jadi masalahnya apa? Jaekyung hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Mobil melaju dengan mulus. Ini masih masih pagi, tapi Donghae sudah membuatnya naik darah seperti ini. Entahlah, setiap laki-laki itu membuka suara selalu saja membuat Jaekyung terbawa emosi. Kalau dalam kategori, ucapan Donghae itu tak masuk nominasi ucapan setan, melainkan biasa saja. Tapi tak tahulah menurut Jaekyung sendiri.

Pagi ini Donghae menjemputnya, mengetuk pintu rumahnya dan meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk meminta Jaekyung berangkat dengannya. Jaekyung yang pada saat itu baru saja keluar dari dalam kamarnya hanya bisa mendengus kesal melihat Donghae yang sok ramah pada orang tuanya. Ah, tapi kenyataan kalau memang Donghae itu ramah dan baik.

“Aku ingin bertanya,” Jaekyung membuka suaranya setelah sekian menit atmosfer didalam mobil begitu hening. Membuat Jaekyung tak menyukainya.

“Silahkan.” Donghae menjawab singat. Masih menatap pandangan depannya dan berkonsentrasi terhadap mengendarai mobilnya.

“Kau cemburu?” tanya Jaekyung langsung. Donghae yang mendengar pertanyaan itu hanya menyerit tak mengerti dengan ucapan Jaekyung.

“Maaf aku tak mengerti,”

“Kau cemburu kalau aku dekat-dekat dengan Gikwang?” tawa Donghae langsung membahana. Jaekyung hanya meliriknya sekilas dan tak suka dengan respon yang di berikan Donghae padanya. Sialan. Rutuk Jaekyung dalam hati.

“Oh, Please, stop your laugh,”

“Aku tak tertawa. Pertanyaanmu itulah yang membuatku ingin tertawa.”

“Aku membencimu.”

“Oh, Jaekyung-ah. Ok, aku akan menjawabnya. Aku hanya tak suka bahwa kau dekat dengan laki-laki selain diri—”

“Itu namanya cemburu bodoh,” ucap Jaekyung dengan nada sarkatis.

“Kau memotong ucapanku,” balas Donghae dengan ucapan yang sama seperti Jaekyung beberapa menit yang lalu. Jaekyung kembali mendengus pelan. “Aku melihatnya dari tatapan matanya terhadapmu, setiap kali ia menatapmu matanya pasti berseri-seri. Bukankah itu artinya ia jatuh cinta padamu?” Jaekyung menoleh kearah Donghae dan tangan Jaekyung langsung memukul kepala Donghae.

“Kau memukul kepalaku,” Donghae tak terima. Ia mengelus-elus kepalanya yang sedikit kesakitan akibat pukulan Jaekyung.

“Ck! Dia itu sudah punya kekasih. Lagi pula aku dan Gikwang itu hanya sebatas sahabat. Oh, ini pembicaraan yang sia-sia.”

“Sudah. Tutup mulutmu.”

“Aku juga berniat menutup mulutku.”
Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 7]

30

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer
If This Was a Movie by Taylor Swift

***

Donghae membuka pintu rumahnya, mendapatkan kakak laki-lakinya yang sedang duduk dikursi yang ada diruang tamu. Bibirnya menciptakan sebuah senyuman yang sangat menawan, dengan langkah yang tergesa Donghae langsung menghambur kearah kakaknya dan duduk disampingnya.

“Hyung, kapan kau sampai?” tanya Donghae saat sudah disamping kakaknya.

“Beberapa jam yang lalu. Hei, Dongsaeng-a, kau ini berani-beraninya mendahuluiku menikah, aku ini Hyungmu, tapi kenapa kau malah yang menikah terlebih dahulu. Seharusnya itu aku!” ucap Donghwa–Hyung Donghae–pura-pura marah, Donghae yang mendengarnya hanya meringis.

“Mau bagaimana lagi, aku ingin sekali menikah,” bohong Donghae. Tapi dalam hati ia memang ingin menikah, tapi menikah juga bukan dengan Jaekyung melainkan dengan Hyera.

“Yah, aku tahu itu. Mungkin aku harus fokus pada profesiku yang menyembuhkan orang-orang. Dan ngomong-ngomong, apa perempuan yang akan kau nikaihi itu Park Hyera, kekasihmu yang agak manja dan ambisius terhadap perusahaan ayahnya?” tanya Donghwa sedikit malas. Donghae yang mendengarnya kembali meringis, memang sejak dulu Hyungnya ini agak tak suka, atau memang benar-benar tak menyukainya.

Pasalnya, Donghwa agak tak menyukai Hyera karena Hyera yah seperti yang dikatakan Donghwa tadi. Selain itu juga Hyera itu suka sekali marah sifat itu membuat Donghwa yang melihatnya sedikit geram. Kenapa harus ada makhluk yang seperti Hyera dimuka bumi ini. Kalau memang tak ada, Donghwa akan benar-benar amat sangat senang sekali.

“Hyung masih tak menyukainya?” tanya hati-hati Donghae pada Hyungnya dan langsung menganggukan kepalanya.

“Yah, kau tahu bukan? Aku tak suka dengan wanita manja seperti dia, dan sekarang dia mempunyai ambisi seperti itu. Dan Donghae-a apakah kamarnya masih seperti dulu, berantakan?”

“Aku tidak tahu, karena aku sejak lulus sekolah dulu tak pernah masuk ke kamarnya lagi. Sampai saat ini.”

“Begitukah? Aku berharap perempuan yang akan kau nikahi itu bisa membuatmu nyaman dan keluarga kita juga nyaman, serta membahagiakanmu.”

“Yah, aku berharap begitu.”
Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 6]

18

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer

 

If This Was a Movie by Taylor Swift

 WARNING: TYPO

***

Merasakan aroma terapi yang masuk kedalam hidunganya, Jaekyung dengan pelan mengerjapkan matanya. Setelah dirasa matanya bisa beradaptasi dengan cahaya yang masuk kedalam matanya, ia membuka matanya lebar-lebar dan langsung mendapatkan wanita paruh baya dihadapannya dengan senyum yang terpancar di wajah.

Jaekyung mengingat-ingat wanita yang ada dihadapannya, sepertinya ia pernah  mengenal siapa wanita yang ada dihadapannya dan seketika ia ingat, wanita yang ada dihadapannya adalah Ibu dari calon suaminya–Lee Donghae–.

Dengan cepat ia menundukan kepalanya, menyembunyikan wajahnya dari hadapan Ibu Donghae. Tiba-tiba rasa malu menghinggap didalam dirinya. Dan kini ia heran, kenapa ia biasa ada dihapan Ibu Donghae? Seingatnya ia masih ada dikantin, makan dengan Gikwang dan datanglah Donghae dengan wajah yang menurutnya membosankan, setelah itu kalau ia ingat-ingat lagi diajak oleh Donghae untuk pulang dan ia pusing, perut mual dan pingsan?

Ya, dia baru ingat kalau dia pingsan karena perutnya yang selalu mual setelah ia makan. Maka dari itu ia jarang sekali makan. Menghindari dari rasa mual yang mendera dalam dirinya, ia cukup bosan saat dirumahnya setelah makan pasti ia bolak-balik  kamar  mandi saja.

“Jaekyung~a, boleh aku memanggilnya seperti itu?” tanya Ibu Donghae pada Jaekyung yang masih saja menundukan kepalanya.

Mendengar pertanyaan dari Ibu Donghae, Jaekyung langsung mendongakan kepalanya menatap wajah Ibu Jaekyung. Dia agak kaget dengan pertanyaan seperti itu, dia berfikir bahwa Ibu Donghae begitu sombong dan selalu memandang rendah orang seperti dirinya. Tapi lihat, bahkan nada suaranya begitu lembut dan tulus, membuat dirinya langsung menyukai.

Melihat wajah Ibu Donghae yang menatap penuh kearah Jaekyung agar segera menjawabnya, dengan cepat Jaekyung menganggukan  kepalanya, menandakan persetujuan. Jaekyung melihat senyum  tulus yang terlihat dari wajah Ibu Donghae dan itu membuat Jaekyung ikut tersenyum.
Baca lebih lanjut

If This Was a Movie [Part 5]

25

Inspired: a Novel Separate Beds by LaVyrle Spencer

If This Was a Movie by Taylor Swift

 

 

***

 

 

Jaekyung melepaskan tas slempangannya dikasur miliknya, melirik kearah jam yang tergantung diatas pintunya. Sudah pukul delapan malam. Hari ini begitu melelahkan, mengerjakan tugas kelompok yang benar-benar sangat susah dan membuat dirinya dan Gikwang jengkel

.

Kalau saja bukan untuk nilai yang sangat penting, mungkin dirinya tak akan mengumpulkan tugas yang benar-benar membuat dirinya kesal setengah mati. Menghembuskan napasnya pelan, Jaekyung melepas kunciran rambutnya yang sedikit melorot dan kembali membenarkannya. Ingin rasanya memanjakan tubuhnya yang begitu lelah, tapi mau bagaimana lagi, ia sudah sangat malas untuk beranjak pergi kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

 
Baca lebih lanjut